STAR-NEWS.ID Bisnis – Perlindungan terhadap risiko menjadi hal penting bagi setiap orang maupun pelaku usaha di tengah kehidupan modern yang penuh ketidakpastian.
Hal itu diungkapakan oleh VP Shariah Business Development & Sales PT Sompo Insurance Indonesia Bambang Haryanto di Jakarta, pada Jumat, 21 November 2025.
Menurutnya, salah satu upaya mengurangi risiko dan dampak dari ketidakpastian itu adalah dengan asuransi, tak terkecuali asuransi umum syariah.
“Berbeda dengan asuransi sistem konvensional, asuransi berbasis syariah berprinsip pada tolong menolong (ta’awun) dan berbagi risiko (risk sharing) sesuai dengan nilai-nilai syariah,” kata Bambang.
Bambang menjelaskan, di Indonesia, umat Muslim yang mencapai 229,62 juta jiwa atau 87% dari total populasi menjadikan asuransi umum syariah semakin dikenal luas oleh masyarakat. Tak heran, pangsa pasarnya terus bertumbuh dari tahun-tahun.
Hingga kuartal I 2025, kontribusi premi asuransi syariah mencapai 8,45% dari total premi industri asuransi. Asuransi umum syariah ini tidak semata-mata memberikan perlindungan finansial, tetapi juga diyakini menumbuhkan semangat kebersamaan dan keadilan di antara para pesertanya.
“Oleh karenanya, penting bagi kita mengenal lebih dalam konsep, prinsip, dan manfaat asuransi umum syariah dalam mengelola risiko dengan cara-cara beretika dan penuh berkah,” ujarnya.
Bebas dari Maysir, Gharar, dan Riba
Dalam pandangan syariah, praktik asuransi memiliki landasan kuat yang diatur dalam Fatwa Dewan Syariah Nasional – Majelis Ulama Indonesia (DSN MUI) Nomor 21 Tahun 2021 dan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian.
Berdasarkan ketentuan tersebut, asuransi syariah dipahami sebagai kumpulan perjanjian yang dilandasi semangat tolong-menolong (ta’awun) di antara para peserta atau pemegang polis dalam memberikan perlindungan terhadap aset dan menghadapi risiko.
“Risiko yang muncul kemudian dikelola oleh perusahaan asuransi berdasarkan prinsip-prinsip syariah,” jelas Bambang.
Dikatakan Bambanhg, asuransi syariah merupakan penyempurnaan dari sistem asuransi konvensional. Sebab, meskipun asuransi konvensional memiliki tujuan yang baik, dalam praktiknya masih terdapat unsur-unsur yang tidak sesuai dengan prinsip syariah, seperti maysir (unsur perjudian), gharar (ketidakjelasan), dan riba (pengambilan keuntungan yang bukan haknya).
“Nah, dengan sistem syariah, asuransi dapat menghindari setidaknya ketiga unsur tersebut untuk menerapkan prinsip bisnis yang adil, transparansi, serta kebersamaan antara peserta dan pengelola asuransi,” jelasnya.
Bukan Transfer Risiko, Tapi Berbagi Risiko
Dalam asuransi konvensional, hubungan antara perusahaan asuransi dan peserta didasarkan pada akad jual beli risiko (risk transfer). Peserta seolah-olah ‘menjual’ risikonya kepada perusahaan asuransi, lalu perusahaan asuransi yang menanggung risiko tersebut.
Berbeda halnya dengan asuransi syariah, di mana akad yang digunakan adalah ta’awun. Dalam hal ini, perusahaan asuransi dan peserta atau pemegang polis bekerja sama saling membantu ketika terjadi risiko atau musibah.
“Ini artinya risiko tidak diperjual-belikan, melainkan dibagi bersama (risk sharing) antar peserta. Prinsip tolong menolong untuk kebaikan bersama ini sesuai dengan Surat Al-Ma’idah ayat 2 yang berbunyi Tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa,” kata Bambang.
Prinsip berbagi risiko (risk sharing) dalam asuransi syariah dimulai ketika peserta atau pemegang polis membayarkan kontribusi (premi). Sebagian dari kontribusi tersebut dimasukkan dalam Dana Tabarru’ atau dana bersama yang dikelola oleh perusahaan asuransi untuk digunakan membantu peserta yang mengalami musibah.
“Sekali lagi, dana ini bukan lah dana milik perusahaan asuransi, melainkan milik peserta yang dikelola oleh perusahaan asuransi. Apabila peserta mengalami musibah, maka Dana Tabarru’ akan digunakan untuk memberikan bantuan,” jelas Bambang.
Ia menambahkan, meskipun prinsipnya berlandaskan syariat Islam, asuransi syariah berlaku universal.
Tips Memilih Asuransi Syariah
1. Sebelum memutuskan membeli asuransi syariah, masyarakat diimbau untuk memahami kebutuhanya. Selanjutnha menentukan aset atau hal yang perlu dilindungi, seperti kesehatan atau usaha.
2. Sesuai dengan anggaran yang tersedia dalam memilih kontribusi (premi) tanpa mengesampingkan kebutuhan lainnya.
3. Pilih perusahaan asuransi dengan reputasi baik dan produk yang sesuai dengan prinsip syariah.
4. Pahami manfaat yang ditanggung dan tidak, serta ketentuannya dalam mengajukan klaim dan menghitung kontribusi (premi).
5. Kaji ulang polis secara berkala. Periksa kembali manfaat polis setiap tahun agar perlindungan tetap sesuai kebutuhan.
6. Bacalah polis dengan cermat agar benar-benar memahami hak dan kewajiban sebagai peserta atau pemegang polis asuransi syariah.






