STAR-NEWS.ID Teknologi – Era disrupsi artificial intelegence (AI) menjadi tantangan bagi para wartawan dan jurnalisme moderen. Kehadiran kecerdasan buatan itu ibarat dua mata pisau yang menguntungkan sekaligus berpotensi merugikan.
Hal itu dikatakan oleh anggota Dewan Pers Rosarita Niken dalam Talkshow di Denpasar, Selasa, 9 September 2025.
Rosita menjelaskan, AI jika digunakan secara tepat dapat membantu kerja jurnalistik, terutama dalam melakukan investigatif reporting yang membutuhkan banyak data.
Ia mengingatkan, dalam menghasilkan produk jurnalistik, kontrol manusia dibutuhkan dari awal hingga akhir produksi berita. Kecerdasan buatan hanyalah fitur yang berfungsi sebagai alat bantu dan bukan pengganti kerja jurnalistik. Ia menyebut karya AI bukan karya jurnalistik.
“Konten berbasis AI harus melewati fact checking,” kata Rosarita.
Sementara itu, Dosen Fisip Universitas Udayana Dewi Yuri Cahyani menjelaskan, teknologi harus digunakan secara bertanggung jawab dengan etika dan selektif.
Menurutnya adopsi AI untuk efisiensi di newsroom. Akan tetapi, tidak secara fundamental mengunah wajah jurnalisme.
“Artinya tujuan jurnalisme, bagaimana jurnalisme itu dikerjakan tidak mengubah secara fundamental. Tetapi hanya mengubah bagaimana cara pekerjaan itu diselesaikan.Tetapi tujuanya, prinsipnya itu tetap sama,” kata Dewi.
Kecerdasan buatan atau AI kata Dewi juga tidak bisa memecahkan masalah struktural yang dialami media saat ini, misalnya krisis media yang tergerus oleh teknologi.
“Yang terjadi justru adanya ketimpangan itu tadi. Bahwa ada dinamika kekuasaan yang tidak berimbang antara media-media yang dia sebenarnya publisher konten dengan platform-platform ini gitu,” jelasnya.
Untuk bersaing dengen kecerdasan buatan atau AI kata Dewi media bisa bermain data maupun human journalism.