STAR-NEWS.ID Nasional – Penyalahgunaan narkoba masih menjadi ancaman serius yang berpotensi melemahkan ketahanan nasional dan merusak masa depan generasi muda.
Ketua Komite III DPD RI, Dr. Filep Wamafma, mengungkap, berdasarkan data BNN, prevalensi penyalahgunaan narkotika mencapai 1,73% atau lebih dari 4 juta pengguna aktif. Kelompok usia 15–24 tahun menjadi yang paling rentan terdampak.
“Paradigma penanganan narkotika harus diarahkan pada pendekatan yang lebih manusiawi dengan menempatkan pecandu sebagai korban yang berhak mendapatkan pemulihan,” kata Filep Wamafma, saat melakukan kunjungan kerja di Bali, Senin, 24 November 2025.
Dirinya juga menegaskan, rehabilitasi medis dan sosial harus diperkuat agar mampu menjadi benteng penyelamat generasi bangsa.
Tak hanya itu, Filep juga menyoroti tantangan implementasi UU 35/2009 di lapangan, seperti keterbatasan sarana prasarana, kurangnya tenaga medis dan pekerja sosial terlatih, serta koordinasi antarlembaga yang belum optimal.
“Kami hadir untuk memastikan bahwa pelaksanaan kebijakan ini berjalan efektif di daerah dan bahwa seluruh kendala dapat diatasi melalui rekomendasi yang tepat dan terukur,” ujarnya.
Komite III menekankan pentingnya peran BNN, Kementerian Sosial, Kementerian Kesehatan, pemerintah daerah, serta lembaga mitra rehabilitasi dalam mewujudkan Generasi Emas Indonesia 2045.
Sementara itu, Wakil Gubernur Bali I Nyoman Giri Prasta menegaskan, untuk mengantasipasi bahaya narkoba khususnya di Bali, Pemerintah Provinsi Bali melakukan langkah-langkah mulai dari pencegahan primer melalui edukasi keluarga, pembinaan karakter, hingga kampanye anti narkoba yang melibatkan tokoh masyarakat dan tokoh agama.
Upaya pencegahan sekunder dilakukan melalui deteksi dini menggunakan Formulir Assist, layanan konseling, dan dukungan psikologis.
Pada aspek rehabilitasi, Bali menyediakan layanan melalui 90 puskesmas rawat jalan, 9 klinik termasuk Klinik BNNK, serta 11 rumah sakit sebagai IPWL rawat inap. Sepanjang Januari–September 2025, tercatat 565 penyalahguna narkoba menjalani rehabilitasi medis.
Meski demikian, Wagub Giti Prasta juga menyoroti sejumlah kendala seperti keterbatasan tenaga ahli, minimnya fasilitas rawat inap, rendahnya kunjungan sukarela ke IPWL, hingga belum optimalnya integrasi data rehabilitasi melalui platform Satu Sehat.
“Ini memerlukan sinergi kuat antara pemerintah pusat, pemerintah daerah, BNN, serta lembaga mitra rehabilitasi agar layanan semakin efektif dan merata,” ujarnya.






