STAR-NEWS.ID – Ahli Farmasi Universitas Udayana, Prof. Dr. Drs. I Made Agus Gelgel Wirasuta, Apt, M.Si., menyatakan agar Hari Arak Bali tidak diplesetkan sebagai perayaan mabuk-mabukan. Tapi, hari Arak Bali menjadi peringatan warisan leluhur Bali.
Secara filosofi, Gelgel Wirasuta menjelaskan, jika arak dikonsumsi dalam dosis yang benar, justru akan memberikan manfaat bagi kesehatan. Sebaliknya, jika takaran berlebihan juga akan membuat mabuk.
“Arak Bali bisa menjadi Dewa Ye, Bhuta Ye, yang artinya bahwa Arak akan bersifat sebagai Dewa ketika Arak Bali ini dipakai pada dosis yang benar, begitu juga ketika minuman ini dikonsumsi secara berlebihan maka akan menjadi Bhuta,” kata Gelgel Wirasuta, Kamis, 26 Januari 2023.
Menurutnya, peringatan Hari Arak Bali sebagai bentuk kehidupan Rwa Bhinneda atau dua sifat berbeda sebagai spirit harmoni dalam kehidupan di alam. Ia menegaskan kembali, makna peringatan Hari Arak Bali adalah bentuk rasa syukur. Karena Arak Bali memberikan banyak manfaat. Selain untuk sarana upakara keagamaan, maupun manfaat ekonomi.
“Peringatan Hari Arak Bali untuk menghidupkan kembali tradisi budaya Bali, karena warisan budaya ini memiliki khasiat dan nilai ekonomi yang tinggi,” ujarnya demikian.
Peringatan Hari Arak Bali ditetapkan setiap tanggal 29 Januari melalui Surat Keputusan Gubernur Bali Nomor 929/03-I/HK/2022. SK Gubernur Bali itu mendapatkan respon positif dari Akademisi, PHDI, hingga Yowana.
Sekretaris PHDI Bali Putu Wirata Dwikora mengatakan, SK Gubernur Bali itu untuk melindungi, memelihara, mengembangkan, dan memanfaatkan minuman fermentasi khas Bali. Terutama, dalam mendukung pemberdayaan ekonomi berkelanjutan berbasis budaya sesuai visi Nangun Sat Kerthi Loka Bali.
Wisata Dwikora menambahkan, secara ritual Arak Bali digunakan sebagai salah satu sarana ritual. Secara fakta, ada juga masyarakat Bali yang mengkonsumsi Arak Bali dalam batas-batas tertentu.
Dijelaskan Wiratya Dwikora, dalam tutur Panca Wanara Konyer menyebutkan, meminum minuman beralkohol berdampak Eka Padmasari.
“Artinya, minum satu slok, bisa menyegarkan tubuh dan meminum dua gelas atau dua sloki akan membangkitkan semangat, istilahnya Dwi Angemertani,” kata Wirata Dwikora.
Namun, pemerintah sebagai pengambil kebijakan dan PHDI sebagai lembaga umat Hindu wajib mengingatkan pentingnya mengontrol konsumsi, peredaran, maupun kualitas produksi. Sehingga, tidak memberi dampak negatif.
Sedangkan Akademisi I Kadek Satria dari Universitas Hindu (UNHI) Denpasar mengungkapkan, secara keagamaan Hindu, Hari Arak Bali harus dijadikan momentum untuk edukasi. Karena dalam ajaran Agama Hindu Arak Bali digunakan sebagai sarana ritual.
“Memang benar juga ada ajaran agama yang melarang untuk mabuk, apabila si peminum ini mengkonsumsi minuman beralkohol dengan ukuran berlebihan,” kata Kadek Satria.
Tujuan Hari Arak Bali ini, tambah Kadek Satria, sebagai penguat perekonomian masyarakat kecil.
Yowana MDA Kabupaten Karangasem melalui Petajuh I Made Arda Oka mengatakan, ada sejumlah tujuan ditetapkannya Hari Arak Bali. Pertama, Pergub Bali Nomor 1 Tahun 2020 mengangkat keberadaan, nilai, dan harkat Arak Bali. Kedua, mengajak masyarakat Bali, Pemerintah Daerah di Bali dan Pelaku Usaha menjadikan tanggal 29 Januari sebagai hari kesadaran kolektif Masyarakat Bali terhadap keberadaan, nilai, dan harkat Arak Bali.
Ketiga, melindungi dan memelihara Arak Bali sesuai dengan nilai-nilai budaya, serta memberdayakan, memasarkan, dan memanfaatkan Arak Bali sebagai ekonomi rakyat secara berkelanjutan.
Keempat, mengimbau seluruh masyarakat, Pemerintah Daerah, dan Pelaku Usaha agar menghindarkan pemanfaatan Arak Bali untuk kegiatan yang bertentangan dengan nilai-nilai esensial Arak Bali dan Peraturan Perundangan yang berlaku.
“Maka Hari Arak Bali jangan diplesetkan ke arah yang tidak benar, itu sangat tidak masuk akal,” kata I Made Arda Oka.