STAR-NEWS.ID Nasional – Jawapos TV bersama Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) menggelar pelatihan Peningkatan Kapasitas Jurnalis Penanggulangan Bencana Alam di di hotel Ques San, Denpasar Bali, Sabtu, 4 Oktober 2025.
Direktur Jawa Pos TV Bali Ibnu Yunianto menjekaskan, pelatihan peningkatan kapasitas jurnalis itu bertujuan untuk mendorong Jurnalisme Solutif.
“Contohnya, ketika ada bencana alam, jurnalis itu, tak hanya beberkan bencananya saja, tapi juga sajikan informasi yang penting bagi korban terdampak bencana. Sekaligus, bagi regulator atau masyarakat yang ingin memberi bantuan atau solusi atas bencana tersebut,” kata Ibnu Yunianto, saat membuka acara pelatihan di Hotel Ques San Denpasar, Sabtu, 4 Oktober 2025.
Kadis Lingkungan Hidup Provinsi Bali Made Rentin mengungkapkan, pola gaya hidup manusia dan alam menjadi faktor penyebab terjadinya banjir Bandang di wilayah Denpasar dan beberapa kabupaten di Bali pada 10 September lalu.
Ia menyebut, ditutupnya TPA Suwung menjadi faktor utama masyarakat membuang sampah ke sungai sehingga menimbulkan tumpukan sampah yang besar.
“Selain itu adanya aktifitas pembuangan sampah pada aliran sungai, indikasi alih fungsi lahan dan cuaca ekstrem di Bali beberapa waktu lalu,” kata Made Rentin.
Ia menyebut, hujan deras yang terjadi di Bali terkategorikan hujan ekstrem. Dengan intensitas hujan tercatat 385 mm dalam 24 jam di Stasiun Klimatologi Bali BMKG.
Dampak timbunan sampah yang diakibatkan oleh bencana banjir pada periode 10-11 September 2025 untuk seluruh kabupaten sebanyak 154,65 ton. Dalam 2024 sampah di Bali lebih Dari 7,2 Juta ton dengan ketinggian 35-40 meter.
“TPS3R dan TPST memang tidak optimal secara fungsi Ada Kendala salah satu SDM belum bagus. Oleh karena itu kita mendorong Kapasitas ditingkatkan,” imbuhnya.
Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (Kalaksa BPBD) Bali I Gede Agung Teja Bhusana Yadnya menyebut tidak ada penyebab tunggal yang menjadi faktor timbulnya banjir bandang yang terjadi di Bali beberapa waktu lalu.
“Sebab ada berbagai faktor. Kuncinya, ada kerentanan bertemu ancaman. Oleh karena itu, kerentanan bertemu ancaman hujan 150 mm per hari sudah ekstrem. Tapi, hari itu (Selasa, 9 September dan Rabu, 10 September, 390 mm, dua kali ekstrem dan ancaman kedua gelombang pasang 2 meter lebih,” jelas Teja.
Hal itu kata Teja membuat aliran sungai ke laut terhambat gelombang pasang.
Balai Besar Meteorologi Klimatologi dan Geofisika Wilayah III Denpasar, Meteorologi Early Warning System dan Metereologi Publik, Kadek Setiya Wati menjelaskan, media dituntut untuk memahami istilah cuaca dan iklim.
Dikatakan Kadek Setiya Wati, cuaca mengacu pada kondisi udara di sekitar kita sehari- hari yg lebih spesifik seperti curah hujan sedangkan Iklim merupakan cuaca dalam jangka waktu yang panjang.
“Cuaca ini sebenarnya adalah fenomena alam dimana terjadi kondisi yang tidak lazim sehingga dapat menimbulkan ancaman, bisa memicu bencana hidrometerologi seperti banjir, tanah longsor, kekeringan, angin kencang, puting beliung dan gelombang tinggi diatas 2 meter yang sering terjadi di selatan Bali. Karena perbatassn dengan samudera hindia di selatan,” jelas Kadek.
Dikatakan Kadek, banjir pada 10 September lalu adalah faktor gelombang atmosfer aktif yaitu gelombang rossdy yang disebabkan topografi atau pemanasan sinar matahari.
“Kalau gelombang ini aktif di wilayah Indonesia Kemudian didukung global regional bisa terjadi hujan ekstrem seperti tanggal 10 september kemarin,” jelasnya
Ia menambahkan, Siklon Tropis terbentuk di lautan hangat yang menyebabkan hujan ekstrem dan gelombang laut tinggi.
I Made Dwi Wiratmaja dari Stasiun Klimatologi Bali menjelaskan, terdapat 118 titik pengamatan hujan di seluruh Bali.
“Ada yang mengirimkan data hujan tiap 10 hari, lantas kirimkan data sampai pelosok Nusa Penida, Klungkung,” kata Dwi.
Ia mengatakan, adanya El nino, dan la nina mempengaruhi cuaca dan curah hujan.
“Ada 20 zona musim di Bali, dari tahun 1991-2020,” imbuhnya.
“Curah hujan pada January-Februari tinggi, dan naik lagi November- Desember. Artinya, fluktuatif, musim kemarau di pertengahan tahun, Juni sampai September. Musim hujan Oktober- Desember sampai Februari. Jadi, pertengahan tahun musim kemarau,” jelasnya.
Putu Eka Tulistiawan dari Stasiun Meteorologi Penerbangan Ngurah Rai Bali, memaparkan beberapa tugas regulasi meteorologi penerbangan di Bandara Ngurah Rai diantaranya data observasi cuaca bandara keberangkatan, data prakiraan cuaca bandara tujuan dan alternatifnya.
Data arah dan kecepatan angin rute penerbangan, data keadaan cuaca signifikan pada rute penerbangan, data citra radar dan satelit cuaca, info BMKG, data observasi cuaca bandara tujuan, data observasi wind shear.
“Kami khususnya melayani di bagian penerbangan di Gusti Ngurah Rai, Regulasi mengacu pada ICAO – WMO dan nasional. Bandara ngurah Rai harus memiliki semua itu, karena merupakan bandara international, untuk menunjang penerbangan,” jelas Putu Eka.