STAR-NEWS.ID Ekonomi – BPS Provinsi Bali mencatat, pada Oktober 2025 imflasi di Provinsi Bali secara bulanan sebesar 0,40% (mtm), lebih tinggi dari bulan sebelumnya yang mengalami inflasi sebesar 0,16% (mtm).
Secara tahunan, inflasi Provinsi Bali mengalami penurunan menjadi 2,51% (yoy) dari 2,61% (yoy) pada Oktober 2025.
Inflasi Bali pada November 2025 secara tahunan lebih rendah dibandingkan Nasional yang sebesar 2,72% (yoy).
Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Bali Erwin Soeriadimadja mengatakan, Secara spasial, seluruh Kabupaten/Kota di Bali mengalami inflasi bulanan pada November 2025.
Tabanan mengalami inflasi tertinggi sebesar 0,67% (mtm) atau inflasi tahunan sebesar 2,17% (yoy), diikuti Badung sebesar 0,64% (mtm) atau 1,61 (yoy).
Selanjutnya, Singaraja mengalami inflasi bulanan sebesar 0,47% (mtm) atau inflasi tahunan 2,12% (yoy). Lebih lanjut Kota Denpasar mengalami inflasi bulanan sebesar 0,15% (mtm) atau 3,26% (yoy).
“Secara bulanan, inflasi di Provinsi Bali terutama disumbang oleh kelompok makanan, minuman, dan tembakau, seiring dengan keterbatasan pasokan di tengah periode musim kemarau basah,” jelas Erwin, Senin, 1 Desember 2025.
Berdasarkan komoditasnya, secara bulanan inflasi November 2025 terutama bersumber dari kenaikan harga canang sari seiring dengan HBKN Galungan-Kuningan, bawang merah, daging babi, wortel, dan tomat.
Inflasi yang lebih tinggi tertahan oleh penurunan harga daging ayam ras, beras, buncis, sawi hijau, dan angkutan udara.
“Ke depan, beberapa risiko yang perlu diperhatikan antara lain tingginya permintaan barang dan jasa pada periode HBKN Natal dan tahun baru, berlanjutnya kenaikan harga emas dunia, serta kenaikan harga BBM non subsidi pada Desember 2025,” kata Erwin.
Ketidakpastian cuaca karena peralihan musim penghujan juga berpotensi meningkatkan risiko pertumbuhan hama dan organisme pengganggu tanaman yang dapat mengganggu produksi tanaman pangan dan hortikultura.






