STAR-NEWS.ID Nasional – Marak isu dugaan oplosan beras di wilayah Bali, Manager Administrasi dan Keuangan A. Bagus Budi Karsono mengungkapkan, beras oplosan tersebut biasanya beras SPHP yang diolah mejadi beras premium oleh pedagang.
“Beras SPHP yang dijual lagi menjadi kemasan premium itu yang dilarang. Karena memang beras medium dari pemerintah untuk kestabilan harga. Kadang-kadang yang nakal, ngoplosnya itu beras SPHP yang diolah menjadi beras premium,” jelas Bagus saat silaturahmi dengan media di Denpasar, Senin, 21 Juli 2025.
Dikatakan Bagus, beras oplosan SPHP yang dikemas menjadi beras premium pedagang akan mendapatkan keuntungan lebih besar dari beras medium.
Wakil Gubernur Bali I Nyoman Giri Prasta membenarkan adanya informasi oplosan beras, akan tetapi TPID Provinsi Bali telah melakukan koordinasi dengan Pemerintah Kabupatan/Kota untuk melakukan pengecekean agar oplosan beras itu tidak terjadi di Pulau Bali.
Menurutnya, Pemprov Bali telah mengumpulkan data terkait peredaran beras oplosan di Bali. Selain itu Tim juga telah melakukan sidak.
“Bukan sidak lagi, kita sudah jalan,” kata Giri Prasta usai menghadiri Pelantikan Pengurus PWI Bali di Denpasar, Selasa, 22 Juli 2025.
Sementara itu, Ditreskrimsus Polda Bali melakukan sidak terhadap dugaan peredaran beras oplosan di sejumlah titik di Denpasar, Selasa, 22 Juli 2025.
Sidak dilakukan di tempat penggilingan padi di Jalan Kebo Iwa, kawasan Padangsambian, serta di Pasar Badung dan pusat perbelanjaan Tiara Dewata, Jalan Diponegoro, Denpasar.
Direktur Reskrimsus Polda Bali, Kombes Pol. Teguh Widodo, S.I.K., M.M. mengatakan langkah ini dilakukan sebagai respons dan viralnya di media soal dugaan kecurangan penjualan beras, khususnya beras oplosan yang dijual dengan label premium.
“Kami tidak menemukan adanya praktik pengoplosan beras di lokasi yang kami periksa. Beras premium dan medium dijual sesuai dengan kualitasnya, tanpa pengurangan berat atau pemalsuan label,” jelas Kombes Pol. Teguh Widodo.
Menurut Kombes Pol Teguh Widodo, temuan ini belum menjadi akhir, melainkan menjadi awal dari pengawasan rutin dan berkelanjutan oleh Satgas Pangan.
Ia menegaskan, peredaran beras oplosan bukan hanya merugikan konsumen, tapi juga pedagang yang berjualan secara jujur.
“Pedagang yang menjual beras premium bisa kalah saing karena beras medium dijual seolah-olah premium, dan ini menimbulkan keresahan di kalangan mereka,” ujarnya.
Ia menjelaskan, jika ditemukan pelanggaran, pelaku usaha bisa dijerat dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
“Kami tidak segan menindak tegas jika ada unsur penipuan,” tegasnya.
Sementara Kepala Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Provinsi Bali, Wayan Sunada, yang turut serta dalam sidak menyebutkan secara umum ketersediaan beras di Bali dalam kondisi surplus.
“Kebutuhan beras di Bali mencapai sekitar 414.000 ton per tahun dan saat ini stok kami mencukupi,” kata Wayan Sunada.
Tim Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Provinsi Bali juga telah melakukan pemantauan di sejumlah pasar dan belum menemukan indikasi adanya pengoplosan beras.
Jika ditemukan praktik curang di lapangan, kata Sunada, pihaknya siap menyerahkan proses hukum kepada Polda Bali. Dia juga menambahkan bahwa harga eceran tertinggi (HET) untuk beras premium di pasar Bali saat ini mencapai Rp 16 ribu per kilogram.