STAR-NEWS.ID Business – Masuknya Spa dalam kategori hiburan atau penghibur dan tingginya pajak Spa yang mencapai 40% memicu kehawatiran Dinas Pariwisata Provinsi Bali akan kehilangan Balinese Spa dan Therapistnya.
Kepala Dinas Pariwisata Provinsi Bali Tjok Bagus Pemayun mengatakan, sebelumnya pungutan pajak Spa hanya 12,5% kemudian menjadi 15% dan saat ini melonjak hingga 40%.
Akan tetapi menurutnya yang menjadi masalah adalah kategori Spa yang saat ini menjadi hiburan atau penghibur. Untuk itu, Pemprov Bali akan mengkaji ulang permasalahan Spa mulai dari pungutan pajak hingga kategori Spa yang masuk ke dalam hiburan.
“Yang menjadi masalah mengapa Spa masuk sebagai kategori hiburan. Berarti kan penghibur dong Spa itu. Itu mengapa Spa masuk sebagai tempat hiburan,” kata Tjok Bagus Pemayun, Minggu, 7 Januari 2024.
Tjok Bagus Pemayun mengatakan, idealnya Spa seharusnya masuk ke dalam kategori kebugaran dan kesehatan.
“Yang jelas mengapa ini harus masuk di kategori hiburan. Itu yang saya belum tahu alasanya,” ucapnya.
Ia menambahkan, Balinese Spa mempunyai kekhasan Bali dan kearifan lokal. Untuk itu, kata Tjok Pemayun Balinese Spa harus dilindungi dan dijaga. Kenaikan pajak Spa juga berdampak dan membebani pelaku usaha Spa, khusunya Spa di luar hotel.
“Pemda akan memperjuangkan Balinese Spa karena merupakan kekhasan Bali. Bali selalu mendapat julukan Destinasi Spa In The World. Itu yang kita jaga, karena ada kekhasan Balinese Spa,” jelasnya.
“Takutnya para therapist kita diambil orang luar nanti. Jadi mereka mau Spa kemari jadi tidak ada Balinese Spa,” ucapnya.
Untuk itu, Ia berharap undang-undang terkait pajak dan kategori Spa bisa dikaji ulang dan direvisi. Pihaknya saat ini juga telah berkoordinasi dengan Pj.Gubernur dan Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif.